Kenapa banyak jiwa manusia Indonesia mendadak seperti ranting kering? Kota besar memberikan banyak uang untuk menikmati kemewahan dan kemudahan, apalagi di era digital. Namun ingat, tak pernah ada yang gratis. Kemewahan dan kemudahan itu merenggut hampir semua yang kau miliki. Tak ada lagi kesempatan untuk silaturahmi. Tak pernah ada rujakan karena rujak bisa dibeli tanpa harus meninggalkan rumah. Tak ada lagi masak bareng buat arisan karena arisan bisa dilakukan lewat chat, kemudian transfer.
Lalu nyinyirisme menyentak kita, radikalisme memporakporandakan kenyamanan. Kompas (23/9/2017) memuat tulisan berjudul “Sastra Masih Terpinggirkan”. Harian itu mengutip dosen Sanata Dharma Yogyakarta, A Bagus Laksana SJ yang menyitir hasil penelitian antropolog Diego dan Steffen Hertog. Gerakan radikal lebih menggoda mereka yang berlatar belakang pendidikan universitas, bukan orang-orang muda yang miskin, seperti yang banyak dipercaya banyak orang di Indonesia.
Secara khusus para insinyur memiliki kemungkinan tiga atau empat kali lebih besar untuk menjadi radikal. Kenapa? Mereka tidak memiliki ketahanan untuk bersikap terhadap ambiguitas dan kompromi tetapi terobsesi pada keteraturan, presisi, dan kepastian sehingga ideologi agamis yang kaku justru menarik bagi mereka. Cerdas dalam bidang ilmunya tetapi tidak kritis.
Tanpa sadar, orang tua juga melakukannya. Mengapresiasi anak-anak yang nilai pelajaran eksak lebih tinggi dibanding seni dan sastra. Les lebih ditekankan untuk mengejar knowledge, bukan olah rasa, olah jiwa.
Lalu aku menemukan perenungan Garin Nugroho di laman FB. Ia mempertanyakan jalan Budha yang memilih mendampingi manusia yang tertinggal padahal bisa menembus ribuan galaksi. Semua orang berlomba-lomba menikmati kemudahan teknologi menembus galaksi, sedikit yang memilih menemani manusia yang tertinggal. Kemudian bertanya-tanya… kok nyinyir? kok masih ada radikalisme?
Kita tak pernah menyeimbangkan jiwa. Sibuk mengejar kemewahan dan kemudahan sehingga meninggalkan kemanusiaan. Padahal pada Seni dan Sasrta, rasa kemanusiaan akan diasah.