20 September menjadi hari bersejarah bagi publik Jakarta. Hari itu adalah hari penentuan pemilihan gubernur melalui pemungutan suara putaran kedua. Televisi berita hampir tak pernah berhenti menggambarkan putaran terakhir Pilkada yang diikuti Foke-Nara dan Jokowi-Ahok sebagai “duel” habis-habisan. Berbagai animasi ditampilkan untuk menunjukkan betapa sengitnya pertarungan antara dua pasang kandidat tersebut. Di antara animasi yang ditampilkan ada yang lucu—bahkan cenderung melecehkan—ada pula yang menggambarkan suasana duel fisik dengan kedua calon “didandani” layaknya petinju.
Tayangan yang hampir tak henti selama berhari-hari tiada henti memang membuat fokus publik Jakarta, bahkan seluruh penonton televisi—sekalipun bukan masyarakat Jakarta—merasakan kegempitaan membahas Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Maka seusai melakukan pencoblosan, saya pun ingin merasakan kemeriahan di hari pemilihan. Tujuannya adalah Jalan Borobudur 22 yang menjadi markas Tim Sukses Jokowi-Ahok.
Meninggalkan rumah ketika penghitungan suara melalui quick count sudah mulai ditayangkan berbagai televisi dengan posisi Jokowi-Ahok sudah mulai memimpin. Dan seperti sudah kuduga, Jalan Diponegoro—jalan utama untuk menuju Jalan Borobudur—sudah sangat padat, alias macet di hari libur. Saya pun parkir di kompleks Bioskop Megaria. Saya membatalkan pergi ke Jalan Borobudur karena dengan berjalan kaki dari Megaria saya langsung bertemu dengan Posko Foke-Nara, bertepatan dengan jadwal Foke-Nara akan menggelar press conference. Pernyataan Foke Nara tidak bisa dilewatkan terutama karena melalui televisi saya sudah menyaksikan press conference Jokowi-Ahok yang cukup ingar bingar di antara massa yang menyemut.
Bangga Punya Foke
Di berbagai media, selama masa kampanye Foke selalu menampilkan dirinya sebagai sosok yang arogan. Bahkan tetangga saya yang apolitis dan tak pernah bersinggungan dengan Foke sekalipun memprediksi bahwa ia akan kalah karena selalu tampak arogan dan kelihatan berambisi sekali. Apalagi pada debat kandidat putaran terakhir, Nara yang mendampingi Foke mengeluarkan joke pada Ahok yang benar-benar di luar kepatutan.
Saya tidak menemukan Foke seperti yang ada di gambaran media selama ini ketika ia menggelar press conference menanggapi penghitungan cepat yang menempatkan dirinya berada di urutan kedua dikalahkan pasangan Jokowi-Ahok. Foke begitu tenang meskipun tidak mengumbar senyum. Kali ini harus saya katakan rasa bangga memiliki gubernur bernama Fauzi Bowo.
Dalam keterangan persnya, Foke mengucapkan selamat pada pasangan calon nomor 3 yang pada penghitungan cepat mengungguli dirinya dan Nara. Ia juga menyatakan sudah menelepon pasangan nomor 3 dan mengucapkan selamat karena berdasarkan quick count sudah unggul. Sungguh pernyataan yang bagiku sangat luar biasa karena biasanya pasangan calon yang kalah dalam kompetisi akan berdalih untuk tidak mengakui hasil hitung cepat dengan alasan menunggu hasil penetapan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), sambil menyusun strategi untuk menggugat hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi.
Meskipun ia masih akan menunggu hasil penghitungan suara versi KPUD, ia mengucapkan terima kasih pada Tim Suksesnya, dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Foke mengatakan, kemenangan 20 September adalah kemenangan milik Jakarta dan bukan milik orang lain. Dengan kata lain, Foke mengakui sudah ada pemenang. Itu yang membuatku menyimpulkan bahwa ia tidak terlalu berminat untuk menggugat hasil Pilkada sehingga semakin merumitkan proses selanjutnya.
“Pemenang yang sesungguhnya adalah warga Jakarta. Pilkada Jakarta jangan kita ganggu. Pilkada DKI menjadi barometer demokrasi untuk Pilkada di daerah lain. Oleh karena itu saya minta untuk menyikapi hasil Pilkada dengan baik sambil menunggu keputusan KPUD,” ujar Foke. Pernyataan Foke sungguh memberi ketenangan dan menunjukkan bahwa ia seorang negarawan yang harus diapresiasi tinggi. Sikap ini sungguh membanggakan mengingat sebelum menggelar jumpa pers sempat ada yang menyarankan pada Foke untuk menggugat hasil Pilkada ke MK.
Siap Membantu
Dalam sesi tanya jawab pun, jawaban-jawaban Foke tak urung membuatku berdecak. Ketika ditanya wartawan apakah yang akan dilakukan Foke apabila Jokowi kelak meminta bantuan padanya untuk mengatasi berbagai persoalan Jakarta yang memang sangat kompleks? Foke mengatakan siap membantu apabila gubernur yang akan datang memang meminta bantuan dirinya.
“Untuk Jakarta, saya siap kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Kalau ada yang harus saya bantu saya siap melakukannya,” ujar Foke. Sikap Foke itu pun dibenarkan Jokowi ketika saya lihat di tayangan televisi beberapa hari sesudahnya bahwa Jokowi sudah menemui Foke dan meminta bantuan bila kelak memimpin DKI mengalami kesulitan. Saat itu pun Jokowi dan Foke saling meminta maaf bola selama masa kampanye ada pernyataan-pernyataan atau sindiran-sindiran yang mungkin menyakitkan. Keduanya pun sepakat saling memaafkan.
Dalam keterangan pers, ketika Foke ditanya tentang kekhawatiran pada berbagai potensi kekacauan seperti yang disinyalir sebelumnya. Ia pun menyejukkan hati dengan mengatakan bahwa sebagai gubernur dirinya siap menjaga keamanan dan ketertiban Jakarta selama penyelenggaraan Pilkada. Oleh karena itu ia pun akan melakukan koordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjamin keamanan dan ketertiban Jakarta.
Saya mengurungkan niat pergi ke Jalan Borobudur. Tak perlu merasakan kemenangan di Posko Jokowi Ahok karena kemenangan yang sesungguhnya adalah kemenangan milik warga Jakarta. Kemenangan milik Foke. Terima kasih Fauzi Bowo… saya bangga dengan tradisi baru demokrasi Indonesia yang dimulai dari Jakarta. Bangga punya Foke karena kebesaran hatinya akan diingat seluruh warga Jakarta…