Mengawali tahun 2012, Walikota Solo Joko Widodo memberi kado istimewa untuk anak-anak siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo. Mobil Esemka buatan anak-anak SMK di Solo dijadikannya mobil dinas. Walikota yang meningkat popularitasnya karena berani melawan pembangunan mall di kawasan cagar budaya itu pun kembali menjadi pembicaraan publik.

Selain Jokowi—panggilan akrab Walikota Solo—pejabat publik yang mendapat tempat di hati publik adalah Dahlan Iskan. Mantan CEO Jawa Pos yang kemudian menjadi Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sekarang diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Menteri BUMN itu sebelumnya juga menjadi pemberitaan media karena kegemarannya melakukan sidak (inspeksi mendadak).

Sidak memang sudah biasa dilakukan para pejabat. Seringkali sidak dilakukan dengan mengajak para wartawan baik media cetak maupun elektronik. Kadang-kadang para pejabat tahu, bahkan meminta ada wartawan yang menyertai sidak. Tak jarang pula para pejabat pura-pura tak tahu kalau ada wartawan sehingga di akhir sidak ada kejutan yang menyenangkan karena kerja yang dilakukan dengan diam-diam itu akhirnya bisa diketahui publik.

Ada pula menteri yang melakukan sidak hampir full team. Ada menteri, wakil menteri, pejabat terkait, termasuk media cetak dan elektronik. Di setiap langkah perjalanan, media menyorot layaknya program infotainment investigasi.

Dahlan Iskan juga diberitakan media karena dia memilih sarana transportasi ojek agar tidak terlambat menghadiri sidang kabinet di Istana Bogor. Apa hebatnya naik ojek? Naik ojek bukan sebuah kenistaan, bahkan turut memberi kesejahteraan rakyat karena ia membayar jauh di atas harga normal. Biasa saja naik ojek, apa istimewanya?

Tidak Istimewa

Inilah Indonesia, negeri yang sungguh kita cintai bersama. Apakah yang istimewa dari Jokowi dan Dahlan Iskan? Tak ada yang istimewa di antara keduanya. Apakah hebat seorang Jokowi melawan keinginan capital untuk membangun pusat perbelanjaan di kawasan cagar budaya? Sama sekali tidak. Memang itulah tugas seorang walikota, di mana pun dia berada, termasuk di Solo, salah satu wilayah sah Republik Indonesia yang mendasarkan perjalanan hidupnya untuk mensejahterakan rakyat.

Klise kalau dikatakan bahwa para pemimpin bangsa, Walikota Solo termasuk di dalamnya harus mendasarkan pada sila kelima dasar Negara Indonesia Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Justru perlu dipertanyakan perilaku para pejabat yang memberikan izin pembangunan mall atau pusat perbelanjaan di dekat pasar tradisional. Atau para pejabat yang tak ambil pusing dengan menjamurnya minimarket-minimarket franchise—dalam dan luar negeri—ketika warung-warung kecil menjadi sumber penghidupan keluarga bagi pemiliknya.

Lalu apa istimewanya Jokowi yang memilih menggunakan mobil Esemka sebagai mobil dinasnya? Percayalah, Jokowi bukan apa-apa meskipun seluruh mobil yang dimiliki keluarganya diganti dengan Esemka. Para pemuja Jokowi… pergilah ke Korea Selatan. Meskipun saya sendiri belum pernah pergi ke sana, tetapi teman-teman yang pernah pergi ke negeri itu menyaksikannya. Googling pun membuktikan bahwa hampir seluruh rumah di Korea Selatan menggunakan Samsung, atau merek produk dalam negeri lainnya. Itulah salah satu sebab maka Samsung Electronics, Hyundai Motor, dan LG Electronics menjadi raksasa dunia setelah menjadi “raja” di negeri sendiri.

Apakah rakyat Korea Selatan tidak kenal produk-produk buatan Jepang yang terkenal lebih bandel dan berkualitas? Tentu saja produk-produk elektronik berkelas dunia dipasarkan juga di negeri itu. Konon mereka membeli produk dalam negeri dengan kesadaran bahwa produk yang mereka beli memiliki kekurangan tetapi akan menjadi produk yang berkualitas kalau mendapat dukungan dari dalam negeri. Kesadaran mendukung berkembangnya produk dalam negeri untuk memperkuat ekonomi nasional di era perdagangan bebas.

Bisa Mati Suri

Bayangkan kalau Esemka akhirnya mati suri gara-gara kelak dikeluarkan selembar surat keputusan, entah pejabat model apa yang mengeluarkannya, yang mengatakan bahwa mobil dinas tak hanya harus lulus uji kelayakan dan keselamatan tapi juga harus memiliki spesifikasi yang “sudah diatur” untuk satu merk mobil tertentu.

Kalau soal nabrak kebo, tak usahlah mobil Esemka, mobil keluaran Jepang, Eropa, atau Amerika pun bisa nabrak kebo. Wong jalan kaki saja bisa nabrak kebo kok.
Dahlan Iskan dan Joko Widodo… tetaplah menjadi manusia biasa karena rakyat Indonesia adalah manusia biasa-biasa saja. Tak usahlah menjadi istimewa kalau dua pemimpin ini, atau kelak ternyata ada pemimpin-pemimpin lainnya yang melakukan perbuatan yang memang sudah seharusnya dilakukan, kemudian menjadi pemberitaan media.

Kalau misalnya, kelak ada diberitakan media seorang menteri kelaparan karena harus melakukan perjalanan yang sangat jauh ke negeri yang ternyata masih wilayah Republik Indonesia, tak perlulah dianggap istimewa, karena sebagian besar rakyat Indonesia masih banyak yang kelaparan. Tak hanya sehari, tapi berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun. Biasa sajalah… karena negeri ini bisa keluar dari berbagai masalah kalau semua pemimpin negeri biasa-biasa saja. Bicara pun dengan bahasa yang biasa saja.